Banjir, Tanggung Jawab Siapa?

 

Oleh: Faisal Akbar

Mulai tahun 1915 sampai 2015 statistik bencana yang diumumkan oleh Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), bahwa banjir termasuk bencana yang paling sering terjadi selama itu, yakni sebanyak 31.2%, kemudian diikuti oleh bencana puting beliung dan tanah longsor sekitar 20% dan 16.4%.

Sejauh ini banjir telah banyak meresahkan warga, Dari sabang sampai Meraoke, tahun 2016 ini setidaknya sudah terjadi banyak sekali bencana banjir besar maupun kecil, baik yang terdeteksi, maupun yang tidak bisa dijangkau oleh pantauan pemerintah dan pers. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mencari solusi terhadap bencana banjir ini, mulai dari pengerukan gorong-gorong sampai rekayasa aliran air saat hujan deras.

Sampah merupakan masalah utama penyebab banjir di Jakarta. Berdasarkan penelitian, sampah yang dihasilkan warga Jakarta mencapai angka sekitar 6.000 ton per hari. Pemerintah Jakarta seringkali dibuat bingung oleh permasalahan sampah ini. Salah satu penyebabnya adalah tidak tersedianya tempat yang layak untuk menampung sampah warga Jakarta. Akibatnya sampah menumpuk di mana-mana.

Ketidak pedulian masyarakat akan sampah menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya banjir di Jakarta, terutama masyarakat yang tinggal di sekitar daerah aliran sungai. Apalagi sekarang DKI Jakarta sedang diamuk oleh masalah krisis kepemimpinan. Menyebabkan semakin banyaknya pem-vakuman rencana penanggulangan banjir dan bencana-bencana lain.

Bencana banjir sudah bukan lagi persoalan biasa, melainkan seperti sebuah fenomena yang secara alami membudaya nasional. Meski (ibarat) banjir tidak diperingati seperti budaya-budaya nasional yang asli, namun budaya banjir mengakibatkan berbagai macam peringatan nasional, seperti: pertama, banjir mengakibatkan peringatan pada masyarakat, bahwa akan ada kematian masal; kedua, akibat berikutnya berdampak pada generasi muda (anak-anak) yang akhirnya terbiasa dengan ketakutan (pobia); ketiga, akan selalu ada protes-protes terhadap kebijakan pemerintah, dan lain sebagainya.
 
Hujan deras berkepanjangan menyebabkan bencana banjir yang tidak dapat dihindari, banjir yang merusak lingkungan, tempat tinggal dan perabotannya, sampai mengancam kesehatan karena banyaknya penyakit yang dapat menyerang kesehatan.

Apakah kita hanya bisa diam saja tanpa melakukan tindakan sedikit pun dan membiarkan kondisi menjadi tidak sehat? Tentu tidak, karena itu kita harus bekerja sama dengan pemerintah yang telah bekerja keras selama ini untuk menanggulangi bencana banjir. Sehingga bukan hanya pemerintah saja yang bekerja, namun kita (masyarakat awam) bukan hanya sebagai pemberi kritik dan pemberi masalah, namun harus terlibat juga dalam upaya dan solusi.

Bencana banjir seolah menjadi kiblat bagi setiap perhatian masa, baik itu media publik yang memberitakan, ataupun protes-protes terhadap kebijakan pemerintah dari warga awam. Masalah ini sebenarnnya sangat sulit dipecahkan pemerintah, oleh karena itu kerjasama antara pemerintah dan masyarakat harus dieratkan kembali supaya kesadaran dari dua pihak dapat terealisasikan. Jadi, intinya adalah kesadaran.

Penulis, Mahasiswa KPI UIN Bandung

Tidak ada komentar

© Dakwahpos 2024