Cerpen oleh : Lutfhi Ramdani
Anak itu sangat dimanja oleh neneknya, karena sejak kecil ia diasuh oleh neneknya. Orangtuanya meninggal karena kecelakaan ketika ia masih berusia balita. Maka tidak heran kalau ia sangat dimaja oleh neneknya, begitupun sebaliknya ia sangat menyayangi neneknya.
Ia bernama Jihan, aktivis masjid dan pemain musik berbakat. Sebagai seorang anak remaja jihan sangat bersemangat untuk memakmurkan masjid dan masyarakat sekitarnya, setiap pagi ia selalu beres – beres masjid diiringi dengan alunan ayat suci al-qur'an yang ia hafal sebelum berangkat sekolah, dan ia sangat menikmati serta merasa tenang akan rutinitas tersebut.
Dalam hal akademik (sekolah) jihan sangat cerdas, dari sekolah dasar sampai kelas 3 MTs/SMP ia selalu menjadi juara kelas, bahkan ketika duduk di kelas 2 MTs ia menjadi juara umum. Jihan berjanji kepada neneknya untuk belajar dengan giat supaya menjadi pandai, namun disisi lain ia juga sangat menyukai musik rock atau metal yang membuatnya semangat untuk belajar.
Kesukaan terhadap musik rock nya itu ia sembunyikan dari neneknya, karena neneknya sangat membenci aliran musik tersebut. Sang nenek ingin jihan suka terhadap musik Islami seperti, nashid, marawis, dan shalawat. Jihan juga senang akan musik Islami seperti itu, namun yang membuatnya giat untuk belajar adalah musik rock. Jihan merasa bahwa musik adalah segalanya dan musik adalah setengah dari hidupnya.
Oleh karena itu ia bercita – cita ingin menjadi seorang musisi terkenal yang beraliran rock. Namun, ia berfikir itu akan sangat sulit dan sangat bertentangan dengan keinginan sang nenek.
Ketika lulus MTs, jihan meminta kepada neneknya agar ia bersekolah di sekolah seni tepatnya di sekolah seni musik, namun neneknya tidak menuruti permintaan nya itu dan memasukan nya ke sekolah SMA berbasis Islami, karena neneknya yakin bahwa Jihan belum mantap dalam ha keimanan dan pola pikir. Sang nenek berfikir bahwa dunia musik itu sensitif akan pergaulan bebas dan berbau negatif.
Mau tidak mau Jihan pun mengikuti apa kata neneknya, yaitu sekolah di SMA yang berbasis Islami, yang menurutnya membosankan. Karena sejak SD ia belajar di sekolah yang berbasis Islami. Tapi, ia meminta kepada neneknya untuk mengikuti les musik seusai sekolah, neneknya pun mengizinkan nya dan mendaftarkan les musik.
Tiga tahun berlalu, Jihan menjadi jarang untuk pergi ke Masjid, walaupun sekedar untuk shalat berjamaah di masjid, apalagi kalau untuk beres – beres masjid yang selalu ia lakukan ketika duduk di bangku Mts. Ia selalu bangun terlambat dan pulang larut malam karena les musik seusai pulang sekolah.
Jihan sering mendapat teguran dan sesekali omelan yang sangat lama dari neneknya, bahkan dari masyarakat sekitar pun merasakan perubahan yang dilakukan oleh jihan. Namun, dalam bidang akademik semangat belajar yang ia miliki tidak pernah surut, ia di SMA yang berbasis Islami itupun terus menjadi juara umum sampai tingat akhir.
Setelah lulus dari SMA berbasis Islami tersebut, Jihan meminta lagi kepada neneknya untuk masuk ke perguruan tinggi seni, lagi – lagi si nenek melarang nya dan menyuruhnya untuk masuk ke universitas Islam. Tapi, jihan menolaknya dan bersikeras untuk kuliah di perguruan tinggi seni. Kali ini sang nenek mengalah, menurutnya keimanan dan keislaman Jihan sudah mantap, tapi tetap ada rasa khawatir akan cucunya tersebut.
Tibalah awal masuk ke perguruan tinggi seni yang membuat Jihan bebas berekspresi tentang seni musik sesuka hatinya. Disana ia sangat memanfaatkan semua fasilitas dan kemampuan bermusik yang dimilikinya. Sesekali ia sering diajak manggung oleh band yang beraliran rock jikalau ada salah satu personil band tersebut yang tidak bisa hadir.
Kemudian setelah ia sering manggung dimana –mana, ia sadar bahwa pergaulan yang ada di dunia musik apalagi musik rock itu sangat negatif walaupun ada yang positifnya. Ia pun menjadi lupa akan masjid yang dulu sangat ia jaga dan nyaman untuk hatinya.
Suatu hari ia pergi ke suatu tempat untuk manggung bersama band rock nya itu dengan menggunakan bis mini yang disediakan oleh band tersebut. Ketika akan berangkat, ia merasa tidak enak hati dan teringat akan neneknya dan masjid dekat rumahnya yang selalu ia rawat dengan baik dulu. Kemudian ia naik bis seraya membaca doa yang diajarkan oleh neneknya sejak kecil dan yang dipelajari olehnya sejak bangku sekolah berbasis Islami.
Kemudian ketika di dalam bis tersebut, ia ditawari oleh teman nya minuman beralkohol namun ia menolak dengan gemetar seluruh badannya dan gelisah hatinya. Teman nya pun kembali menawarkan sesuatu kepadanya, kali ini ditawarkan kepadanya seorang wanita dance yang sangat cantik dan menggoda, namun ia menolak kembali seraya mengatakan istigfar dan kembali lagi ia menyebut asma Allah.
Teman – teman nya pun merasa kecewa dan menjauhi jihan dengan sifat sinis, lantas Jihan pun tetap berzikir menyebut asma Allah dengan keadaan badan yang bergetar sangat hebat dan gelisah menyelimuti hatinya.
Ketika jihan melihat ke jendela, dan pandangan nya menemukan bangunan yang menurutnya masjid, ia meminta untuk turun dari bis itu. Teman – teman nya pun menurunkan nya dengan segera dan dengan kasar bahkan menendangnya keluar dari bis tersebut. Stelah keluar dari bis itu ia mendengan lantunan suara adzan yang sangat menenangkan hatinya dan sangat ia rindukan, jihan pun bergegas menuju arah masjid tersebut.
Sesampainya di masjid ia duduk termenung dengan suasana hati yang lepas dan menenangkan. Tidak lama kemudian, ia melihat satu mobil dari arah nya tadi turun dari bis, dengan laju yang tak terkendali sehingga berhenti pas di depan masjid yang sedang ia singgahi. Kemudian jihan mendatangi mobil tersebut dan bertanya kepada sang sopir, "kenapa mas ada apa? Ko bisa mobil nya tak terkendali seperti tadi", kemudain si sopir menjawab " tadi saya panik karena melihat ada satu bis mini yang penumpang nya anak band lah, bisnya itu kecelakaan dan terlindas oleh truck toronton yang sangat besar". Kemudian jihan termenung sejenak memikirkan nenenknya dirumah, masjid yang dulu dirawatnya, masyarakat yang sangat ia rindukan. Ia pun langsung bersujud dengan keadaan air yang begitu deras keluar dari matanya.
Tidak ada komentar
Posting Komentar