Oleh: Muhammad Bagja Aditya
Seakan tak lagi asing dengan kata plagiarisme. Maraknya laporan tentang kasus ini membuat geram dunia kepenulisan. Kegiatan ini bukan menjadi suatu hal yang tabu untuk dilakukan setiap orang dalam mempermudah pekerjaanya namun sayangnya yang mereka lakukan itu salah karena ingin mendapatkan sesuatu yang bagus secara instan. Mereka pun seolah-olah tak mengerti dan mengelak bahwa yang dilakukannya berdampak buruk terhadap profesionalitas mereka dalam menghasilkan karya.
Awalnya hanya berniat untuk mengutip sebagian tapi pada akhirnya seluruhnya dijiplak, itu sungguh sangat merugikan, bukan hanya membuat diri sendiri malas untuk berpikir dalam mencetuskan ide-ide tapi juga merusak karya orang yang diakuisisi karyanya. Apa yang terjadi terhadap kasus plagiarisme harus menjadi perhatian oleh publik. Dimana mereka harus bisa saling mengkritisi terhadap setiap karya yang telah ada agar karya tersebut bisa terjaga keoriginalitasannya.
Sebuah karya akan menjadi sesuatu yang istimewa bila keberadaanya diakui oleh publik sehingga karya tersebut bisa berguna bagi penikmatnya dan mampu memberikan dampak terhadap dirinya. Aksi plagiarisme tidak hanya terjadi dikalangan amatiran saja namun hal ini pun sudah masuk ke dalam kalangan profesional. Sontak saja ini menjadi perbincangan yang hangat oleh publik terutama media infomasi baik online ataupun cetak. Sungguh sangat miris jika semua orang di negri kita ini mempunyai mental penjiplak yang pada akhirnya memicu menurunnya produktifitas maka ketika mental penjiplak ini telah melekat pada jiwa setiap orang hasilnya tidak akan ada satupun karya yang terbuat secara original, Maka diperlukan penerapan moral sedini mungkin saat dengan begitu saat berajak ke jenjang profesional kegiatan plagiarisme dapat dihindari. Melakukan tindakan plagiasi berarti menghilangkan jati diri. Apabila plagiator mendasarkan keuntungan ekonomi dari kegiatan plagiasinya maka akan ada jeratan hukum terkait hak cipta, maka dari itu perlu adanya rasa tanggung jawab dari kita yakni mahasiswa yang senatiasa memberikan kritiknya terhadap setiap karya guna membangun insan yang cerdas tanpa plagiasi, disamping itu dosen dan guru besar harus lebih pro aktif dalam melakukan perbaikan serta pengawasan terhadap karya ilmiah. Sudah seharusnya di lingkungan akademik apalagi taraf seorang rektor yang notabennya adalah profesional diharapkan mampu memberikan sesuatu yang berbeda dari karya-karyanya sehingga dapat dijadikan sebagai contoh dan teladan bagi seluruh kalangan pendidik terutama mahasiswanya.
Banyak cara untuk membuat sebuah karya tanpa harus plagiasi salah satunya memodifikasi dengan gaya sendiri. Prinsipnya yang terpenting bukan untuk menjadi yang pertama melainkan menjadi yang terbaik dengan demikian perlahan akan mengurangi praktek-praktek plagiasi.
Penulis: M. Bagja Aditya, KPI/3C
Tidak ada komentar
Posting Komentar