Oleh : Mifta Khairoh
Saat ini, kita hidup di zaman milennial, semua dapat terjangkau dengan kecanggihan gadget pintar, apa saja bisa ditemukan mulai dari artikel, karya ilmiah sampai disertasi dengan mudah dapat dibaca. Namun yang menjadi persoalannya adalah jika karya tersebut dibaca dan akan dijadikan referensi untuk penemuan selanjutnya tidak akan menjadi masalah. Karena untuk itulah teknologi diciptakan, namun bagaimana jika karya tersebut dijadikan sebuah ajang plagiasi?
Tanpa mencantumkan daftar pustaka atau link jika berasal dari gawai pintar, sungguh sebuah pilu yang menghantam baku jika plagiasi dilakukan oleh orang yang berpendidikan tinggi seperti kasus yang menjadi viral beberapa hari ini yang menyeret satu nama guru besar bidang penelitian matematika sekaligus Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yaitu Prof.Dr. H. Djaali yang dikenakan sanksi atas penjiplakan disertasi program Doktoral yang sedang dijalaninya di program pascasarjana UNJ.
Kasus plagiasi ini telah menambah daftar tinta merah di bumi pertiwi, kembali ingatan ke masa lalu, ketika Chairil Anwar dituding melakukan plagiasi atas karya puisi Mac Leish atas puisinya yang berjudul Karawang-Bekasi.
Tentunya, sebuah percikan api dapat menghanguskan sebuah rumah, begitu juga dengan plagiasi. Satu orang yang berbuat bisa jadi satu instansi akan buruk namanya di mata publik. Namun jika sudah begini, apa yang bisa dilakukan?
Tidak ada yang dapat menghilangkan image buruk yang dilayangkan Kemenristekdikti pada kampus UNJ, namun image yang tadinya buruk mungkin bisa dimaafkan namun tak dapat dilupakan para konsumsi publik, dengan mengkaji ulang secara detail siapakah yang akan menjadi pengganti rektor maupun mereshuffle para staf pegawainya agar tidak terjadi kejadian seperti ini lagi. Ini merupakah sebuah peringatan besar bagi kita, para pegiat pendidikan UNJ haruslah mengganti kasus ini dengan sebongkah prestasi agar marwah yang tadinya baik menjadi baik lagi seperti semula,
Suatu yang berharga itu tidak akan didapatkan secara instan layaknya plagiator yang dengan mudah mennjiplak hak cipta orang lain. Tentu semua butuh proses, begitu pula dengan marwah yang telah tercoreng baik dari segi akademis maupun intelektualitas. UNJ yang disebut juga kampus pergeraakan, pasti bisa membenahi secara gamblang dan solutif masalah semacam ini, dengan perlahan namun pasti.
Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Tidak ada komentar
Posting Komentar