Kritis Mengkritik, Pintar Berkomentar



Ada satu hal yang amat dipikirkan orang-orang dalam menggunakan media sosial : Pencitraan. Otomatis sebagian, hampir semua bahkan seluruh yang ada di akun-akun media sosial mereka bukan jati diri atau diri mereka sebenarnya. Cenderung lebih memikirkan impression orang lain terhadapnya. Semua feeds  dipermanis. Foto diambil penuh manipulasi, lalu diberi caption (yang terlihat) sebijak mungkin. Lebih parah lagi, sorotan-sorotan story keseharian dibuat penuh gimmick. Fake.
Akibatnya apa? Setiap orang saling mencurigai satu sama lain. Saling iri dan tidak mau kalah. Berkomentar penuh hujatan, bullying, menjatuhkan, dan mencoba mengungkap apa yang mereka kira-kira. Akibat lebih besar lagi? Sebagian orang yang mendapat bully-an dari kolom komentarnya depresi. Sebagian tak main-main membawa ke meja pengadilan. Sebagian lagi, ekstrem. Fatal. Bunuh diri. Itu tak sedikit. Angka kematian bunuh diri meningkat. Penyebabnya; bullying.  
Sekarang-sekarang ini, cyberwar terjadi dimana-mana, kapan saja, setiap jengkal di media sosial, hampir setiap postingan orang terkenal, kolom komentar mereka full. Rame sekali balas membalas komentar. Mereka jadi musuhan dengan orang yang tidak mereka kenal, yang tidak mereka tahu-yang mungkin saja besoknya mereka berpapasan-dan saling bertegur sapa ramah tamah. Tanpa tahu semalam balas-balasan komentar pedas. 
Kita-sebagai seorang yang berpendidikan-dituntut untuk berpikir kritis. Apalagi mahasiswa. Berusaha menemukan kesalahan atau kekeliruan, menyadari lebih cepat apa yang tidak beres. Tapi itu ada konteksnya. Tak perlu lah kita mengkritisi atau terlalu menyadari caption typo yang masih bisa dimengerti, kopyah seorang ustad kondang yang miring, atau rambut artis yang berantakan. Toh yang kita tahu kritik bukan berarti menjatuhkan, bukan berarti merugikan orang lain. Justru membantu mengoreksi. Nah, bukankah akan sangat bermanfaat kalau kita bisa pintar-pintar berkomentar? Tidak ada saling iri dan curiga, tidak ada bullying, tidak ada yang depresi, ribut di pengadilan, angka kematian bunuh diri menurun, dan orang-orang bisa lebih sering mengoreksi lewat komentar pintar kita.  


Zulfa Ulyah Kartika
Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam
UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Tidak ada komentar

© Dakwahpos 2024