Cegah Cacat Informasi Melalui Literasi Media untuk Toleransi dan Peradaban Islam



Masih teringat desas-desus yang mengatakan bahwa tahun 2012 akan tejadi kiamat, hoaks yang berujung pada pembenaran terhadap fakta bahwa sangat banyak masyarakat yang minim dalam hal pengetahuan. Tak kalah menarik hoaks ini laris manis dikonsumsi masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, sementara dalam Islam jelas diajarkan bahwa tidak ada seorangpun yang benar mengetahui kapan kiamat akan terjadi. Salah ataupun tidak, nyatanya mayoritas tadi telah menjadi objek pembodohan sebagai akibat adanya cacat pengetahuan.

Hoaks itu kembali menyeruat beberapa waktu belakangan, akibat fanatisme politik yang acap kali melampau batas normal tabrak sana tabrak sini melakukan pembenaran dan  judgement terhadap lawannya. Perbedaan pilihan politik menimbulkan kubu-kubu yang saling menyerang gagasan tanpa landasan fakta dan data, akhirnya lahirlah informasi prematur yang  menimbulkan kegaduhan.  Melihat hal tersebut jelas bahwa perkembangan hoaks makin tahun makin subur di negeri yang masyarakatnya minim pengetahuan ini.

Sebagai akibat adanya politik praktis tersebut, hoaks makin tak terbendung. Konteksnya pun makin diperseksi dengan pemilihan isu-isu sensitif, seperti persoalan ekonomi bahkan sampai membawa-bawa agama dan kepercayaan. Kemasan-kemasan isu tersebut dipercantik untuk kemudian disebarluaskan  melalui media berita ataupun media sosial. Percantik dimaksudkan kepada pembuatan berita-berita yang sensasional dan mengundang kontroversi. Sebut saja isu-isu keagamaan seperti politisasi ulama, terorisme dan radikalisme, sehingga masyarakat yang minim pengetahuan akan dengan mudah terhasut. Lagi-lagi hoaks yang membawa-bawa isu keagamaan semacam itu, telah menegasikan otoritarian kelompok mayoritas kepada minoritas yang kemudian menciptakan manusia-manusia yang intoleran.

Terhadap perkembangan hoaks di Indonesia, banyak faktor yang turut memperparah hal tersebut. Bukan hanya karena adanya kepentingan kelompok tertentu, hoaks makin berkembang juga karena adanya perkembangan teknologi. Teknologi ini bukan hanya membantu pencipta hoaks dalam memproduksi dan menyebarluaskan saja, melainkan perkembangan itu juga berdampak terhadap makin mudahnya masyarakat untuk mengakses konten-konten hoaks. Sayangnya kemajuan itu tidak diimbangi dengan kemajuan penggunanya, sehingga arus buruk kemajuan teknologi itu tidak terhindarkan.

Menilik hal lainnya juga bahwa budaya masyarakat Indonesia dalam mengonsumsi berita turut berpengaruh terhadap makin parahnya penyebaran hoaks. Tidak dipungkiri bahwa berita sensasional lebih banyak dibaca oleh masyarakat ketimbang berita-berita yang sifatnya informatif dan mendidik. Hal tersebut dimanfaatkan oleh kelompok produsen hoaks untuk menggiring opini melalui pemberitaan dengan data-data palsu yang mengundang banyak sensasi. Makin diperparah pula dengan keberadaan media-media arus utama yang mengejar rating dengan ikut bermain dalam sirkus pemberitaan hoaks. Seakan telah melupakan hakikat media menjalankan fungsinya untuk mendidik, media saat ini lebih banyak berburu harta dan tahta  ketimbang menyuguhkan fakta.

Berita hoaks sangat memberi dampak terhadap stabilitas kehidupan masyarakat, isu-isu sensitif yang diputar balikkan makin menyulut perselisihan akibat silang pendapat. Masyarakat bar-bar yang minim pengetahuan juga budaya membaca media oleh masyarakat mayoritas muslim Indonesia yang  seperti di atas, pada akhirnya membawa Islam dan Indonesia hanya stak tanpa perkembangan. Lingkungan telah memberikan peluang untuk maju, respon justru berbalik dan sifat masyarakatnya  menutup pintu untuk moderniasai. Anggapan bahwa modernisasi telah membawa keburukan bagi kehidupan beragama tidak sepenuhnya benar. Layaknya bakteri, tidak semua proses modernisasi hanya berefek buruk, masyarakat cerdas akan memanfaatkan modernisasi untuk hal yang berguna bukan hanya terus-terusan dipandang sebagai hal buruk.

Cerdas itu makin perlu utamanya untuk menyikapi perkembangan teknologi, pemahaman akan media yang cukup, bermanfaat untuk menciptakan masyarakat yang cerdas dalam menerima Informasi dan berita. Sebagai upaya untuk menciptakan masyarakat Islam yang modern maka perlu ada pembekalan terkait literasi media. Itu karena masyarakat perlu memiliki keahlian dalam memilah, menganalisis juga pemahaman tentang kehidupan media. Masyarakat akan paham bagaimana kerja sebuah media, dapat memahami citra dan integritas sebuah media dalam mengemas pemberitaan. Dengan begitu cerdas bermedia memungkinkan masyarakat lebih sadar akan pentingnya kebenaran sebuah berita juga  filterisasi informasi yang lebih baik. Cerdas bermedia turut serta dalam upaya untuk membangun masyarakat yang toleran dan memutus mata rantai fanatisme negatif terhadap satu kepercayaan.

Urgensi literasi media bagi masyarakat berangkat dari makin maraknya hoaks yang membawa pada ketidak tentraman kehidupan lintas kepercayaan di Indonesia. Kecakapan ini yang selanjutnya memberi dampak baik untuk membentuk masyarakat khususnya muslim yang modern. Karena barometer untuk menentukan suatu kelompok masyarakat telah modern salah satu caranya ialah tingkat toleransi yang dapat terbentuk dengan adanya literasi media yang cukup.


Abdul Azis Said, KPI 3 A


Tidak ada komentar

© Dakwahpos 2024