Menilik realitas yang ada, banyak dari koruptor adalah mereka yang sudah termasuk layak dalam hal ekonominya. Berangkat dari hal tersebut, seakan korupsi telah menjadi profesi sampingan yang luarbiasa menjanjikan hingga pejabat lupa akan sumpah baktinya.
Bukan koruptor namanya jika masih peduli pada nilai-nilai moral, adanya degradasi terhadap prilaku jujur pejabat menggadaikan kewajibannya memberikan pelayanan terhadap masyarakat. Justru berbalik, prilaku korupsi menggrogot dan merampas hak masyarakat. Sehingga tidak salah bahwa koruptor hanyalah benalu yang cacat moral.
Keberadaan peraturan dan Undang-Undang sebagai instrument pendisiplinan prilaku pejabat, tidak serta merta maksimal dalam pencegahan korupsi. Dilain tempat, KPK dibentuk sebagai lembaga investigasi, namun lagi-lagi interfensi terhadap lembaga tersebut makin melemahkan fungsinya. Kemudian media hadir sebagai watch dog membuka semua kedok menjijikkan koruptor.
Melihat media membuka temuan bukti korupsi, kebanyak dari barang-barang hasil korupsi adalah benda-benda berharga dengan nilai jual tinggi. Rumah mewah, mobil hingga surat-surat berharga menjadi temuan oleh KPK dan pihak terkait. Dengan tuntutan gaya hidup kaum urban, barang-barang hasil korupsi menjadi investasi haram yang menjanjikan jika tidak lebih dulu terciduk.
Menjadi kaya telah membutakan hati sebagaian pejabat, cara yang salahpun – perilaku korupsi – menjadi pembenaran untuk memenuhi hasrat gaya hidup. Beberapa istri memaksa untuk berpakaian modis dan memiliki tas branded, apa daya untuk memenuhinya sang suami perlu bergadai integritas. Bukan hanya itu, banyak tuntutan gaya hidup lain yang juga menjadi magnet untuk terjun dalam perilaku menjijikkan tersebut.
Karena itu, perlu ada kontrol diri untuk selalu menyeimbangkan antara gaya hidup dengan kemampuan ekonomi. Memaksakan untuk bisa hidup mewah namun tidak mampu, biasanya seseorang akan mencari jalan instan salah satunya ialah dengan korupsi. Selain itu perlu adanya kerjasama semua pihak guna memberantas korupsi, dari elite hingga masyarakat biasa juga hadir untuk mengontrol kinerja birokrasi.
Abdul Azis Said, Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN SGD Bandung, Jl. Manisi Cibiru Kota Bandung, 085298763184, abdulazissaid07@gmail.com
Tidak ada komentar
Posting Komentar