Kehidupan bermasyarakat tidak lekang dari isu, gosip sampai adu domba antar manusia. Keadaan ini diperkeruh oleh adanya sekelompok masyarakat menjadikan gosip dan `aib serta aurat (kehormatan) orang lain sebagai komoditas perdagangan untuk meraup keuntungan dunia. Bahkan untuk tujuan popularitas ada yang menjual gosip yang menyangkut diri dan keluarganya. Perilaku gosip yang telah menjadi penyakit masyarakat ini tidak disadari oleh kebanyakan pecandunya, bahwasanya menyebarluaskan gosip itu ibarat telah saling memakan daging bangkai saudaranya sendiri. Allah Ta'ala menggambarkan demikian itu ketika melarang kaum beriman saling ghibah (menggunjing). Ditambah lagi di era digital ini semakin mudah informasi-informasi palsu tersebar. Sangat banyak masyarakat terdampak oleh hal ini, bahkan bisa memecah-belah masyarakat itu sendiri.
Bukan hanya itu, akhir-akhir ini sedang marak konten media sosial di mana seseorang sebutlah publik figur menyampaikan sebuah pesan, quotes, motivasi, pola pikir mereka, dimana, sebagian dari mereka menyampaikan hal yang sifatnya subjektif dan isinya cenderung lebih banyak negatifnya dibanding hal positif. Bahkan ada juga sebagian konten kreator menyebarkan sebuah amalan yang tidak ada dalil di atasnya.
Maka dari itu, sangat penting bagi setiap kita untuk selalu bersikap kritis terhadap apapun yang diterima, terutama informasi atau pengetahuan. Teliti terlebih dahulu sebelum mencerna sebuah informasi. Jangan langsung diterima, apalagi dibarengi prasangka.
Mengenai hal-hal seperti ini, Al-qur'an sudah memperingati manusia untuk selalu bersikap kritis dan teliti dalam mencerna informasi. Dalam bahasa Alquran disebut tabayyu.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
Wahai orang- orang yang beriman, jika ada seorang fasik datang kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka tabayyunlah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian. [al-Hujurât/49:6].
وَ لاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ , إِنَّ السَّمْعَ وَ الْبَصَرَ وَ الْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
"Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya. (QS al-Isrâ' [17]: 36).
Kedua ayat Al-qur'an di atas adalah dalil yang membahas tabayyun. Pada surat Al-Hujurat ayat 6 ini turun karena adanya sebuah kasus di mana seseorang yang diutus Nabi Muhammad SAW untuk mengambil zakat kepada seorang sahabat yang bernama Al-harits. Di mana saat itu utusan dari Nabi Muhammad tidak melaksanakan amanah yang diemban kepadanya, dan kembali kepada Rasul dengan mengatakan berita bohong bahwa Al-harits menolak memberikan zakat dan hendak membunuhnya. Mendengar kabar itu, Rasul tidak langsung menghakimi Al-Harits dan mengirimkan utusan kepada Al-Harits untuk dimintai keterangan langsung dari Al-Harits. Maka turunlah QS Al-Hujurat ayat 6
Hal yang dilakukan Rasul inilah yang dimaksud tabayyun. Hal yang sangat penting bagi manusia yang mulai terlupakan.
Bukan hanya itu, akhir-akhir ini sedang marak konten media sosial di mana seseorang sebutlah publik figur menyampaikan sebuah pesan, quotes, motivasi, pola pikir mereka, dimana, sebagian dari mereka menyampaikan hal yang sifatnya subjektif dan isinya cenderung lebih banyak negatifnya dibanding hal positif. Bahkan ada juga sebagian konten kreator menyebarkan sebuah amalan yang tidak ada dalil di atasnya.
Maka dari itu, sangat penting bagi setiap kita untuk selalu bersikap kritis terhadap apapun yang diterima, terutama informasi atau pengetahuan. Teliti terlebih dahulu sebelum mencerna sebuah informasi. Jangan langsung diterima, apalagi dibarengi prasangka.
Mengenai hal-hal seperti ini, Al-qur'an sudah memperingati manusia untuk selalu bersikap kritis dan teliti dalam mencerna informasi. Dalam bahasa Alquran disebut tabayyu.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
Wahai orang- orang yang beriman, jika ada seorang fasik datang kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka tabayyunlah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian. [al-Hujurât/49:6].
وَ لاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ , إِنَّ السَّمْعَ وَ الْبَصَرَ وَ الْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
"Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya. (QS al-Isrâ' [17]: 36).
Kedua ayat Al-qur'an di atas adalah dalil yang membahas tabayyun. Pada surat Al-Hujurat ayat 6 ini turun karena adanya sebuah kasus di mana seseorang yang diutus Nabi Muhammad SAW untuk mengambil zakat kepada seorang sahabat yang bernama Al-harits. Di mana saat itu utusan dari Nabi Muhammad tidak melaksanakan amanah yang diemban kepadanya, dan kembali kepada Rasul dengan mengatakan berita bohong bahwa Al-harits menolak memberikan zakat dan hendak membunuhnya. Mendengar kabar itu, Rasul tidak langsung menghakimi Al-Harits dan mengirimkan utusan kepada Al-Harits untuk dimintai keterangan langsung dari Al-Harits. Maka turunlah QS Al-Hujurat ayat 6
Hal yang dilakukan Rasul inilah yang dimaksud tabayyun. Hal yang sangat penting bagi manusia yang mulai terlupakan.
Fathur Rahman
Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Tidak ada komentar
Posting Komentar