Musibah bencana kian kemari suaranya terdengar riuh di telinga kita semua. Sedih dan pedih rasanya bila kita melihat saudara sebangsa dan seagama yang turut merasakan bahkan menjadi korban bencana. Tak elok rasanya bila kita berpura-pura untuk menutup mata bahkan menyumbat telinga kita ketika mendengar kabar tersebut. Terlebih juga tidak menutup kemungkinan saudara sedarah kita juga turut menjadi korban di dalamnya.
Belum selesai satu bencana datang, bencana lainnya kian turut berdatangan pula. Amat berat rasanya bila tidak kita terima dan jalani dengan kelapangan hati. Mulai dari para orang tua, orang dewasa, remaja, bahkan anak-anak kecil menjadi korban. Sungguh uluran tangan, dekapan, dan rangkulan kita sekarang amatlah mereka butuhkan.
Perhatian dari pemerintah pusat, provinsi, dan daerah adalah perhatian pertama yang mungkin mereka tunggu-tunggu. Kesigapan dari para relawan juga penting rasanya untuk ditingkatkan lagi demi meminimalisir korban-korban lainnya berdatangan. Bencana musibah ini menjadi duka kita bersama, menjadi pilu kita semuanya.
Menurut data dari BNPB dilansir bahwa terdapat 424 kejadian bencana alam di bulan November lalu, dengan jumlah korban sebanyak 30 orang. Di balik kejadian-kejadian tersebut kiranya sudah cukup membuat hati kita terkikis, ditambah lagi di bulan ini kita juga mendengar bahwa ada beberapa bencana terjadi di berbagai wilayah.
Di lain sisi, BNPB juga merilis bahwa per 1 Januari-19 Desember 2021 tercatat sebanyak 8,26jt pengungsi akibat bencana yang terjadi dan kita semua alami. Selain pengungsi, BNPB mencatat ada 654 orang meninggal, 93 orang hilang, dan 14.105 orang mengalami luka-luka akibat bencana alam. Siapa lagi yang mereka harapkan jika hingga saat ini kita tak memiliki kesadaran. Berapa banyak orang-orang yang habis air matanya karena menjadi korban yang terdampak atas segala bencana ini.
Dalam kacamata Agama, terlebih bagi diantara orang-orang Muslim, berdiam diri dan berpangku tangan di tengah kesedihan dan kepedihan saudaranya merupakan sebuah perbuatan yang sangat tidak dibenarkan oleh Agama. Sikap apatis dan tak peduli terhadap sesama ditegur keras dalam Agama. Bahkan dalam ruang lingkup seorang Muslim khususnya, kita dan saudara yang lainnya adalah ibarat satu bangunan yang sama, dalam artian bahwa bila ada saudara kita yang sedang merasakan kesusahan dan ujian, maka kita sebagai seorang saudara harus bisa untuk menguatkan.
Duka atas bencana ini tidak hanya duka bangsa, tetapi jauh dari itu juga termasuk duka Agama. Banyak orang-orang penting dalam Agama terus berguguran, rumah ibadah yang juga turut rusak dan hancur berantakan, bahkan untuk sekadar menunaikan ibadah juga rasanya sangat kesulitan.
Sebagai seorang yang hidup di atas suatu bangsa, mari kita tumbuh dan suburkan rasa nasionalisme kita di situasi saat ini. Sebagai seorang yang beragama, marilah kita bersama menjadi orang-orang yang turut ikut andil dan membantu saudara-saudara kita yang lain. Semoga Negeri ini kian membaik ke depan dan seterusnya.
Alif Safikri, Mahasiswa Jurusan KPI Semester 3, UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Tidak ada komentar
Posting Komentar