Virus mematikan yang saat ini menyerang negara Indonesia adalah COVID-19 atau yang biasa kita kenal adalah Corona. Virus ini begitu mematikan sampai banyak memakan korban di belahan dunia yang ini sebuah paranoid di tengah hidup masyarakat. Pemerintah pusat dalam hal ini Presiden Joko Widodo, sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan sampai detik ini belum ada rencana mengambil langkah lock-down dengan dalih mempertimbangkan berbagai aspek ekonomi, sosial, hukum dan aspek sektoral lainnya. Perlu kita ketahui dalam situasi genting seperti ini, atas adanya wabah penyakit yang mematikan dimana virus berbahaya yang menyerang manusia dengan sangat mudah memakan korban tanpa pandang bulu.
Saat kondisi seperti ini, masyarakat jangan dibuat bingung dengan hanya mengeluarkan surat edaran atau bahkan himbauan semata, yang kita ketahui bersama bahwa surat edaran tidak dikenal dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia yang bersifat mengikat dan memaksa, artinya dengan berbagai macam alasan masyarakat dan perusahaan masih banyak yang memberlakukan jam kerja seperti biasanya, sehingga tidak ada daya laku dan daya ikat yang memiliki sanksi apabila dilanggar.
Beberapa negara di Eropa dan Asia sudah mengambil langkah antisipatif dengan cara lockdown penuh, diyakini bisa meminimalisir dan mengurangi resiko menyebarnya virus yang sangat cepat menular ke objek lainnya. Lantas bagaimana dengan Indonesia? Disinilah kepekaan pemerintah pusat dalam melihat dinamika yang terjadi saat ini, sudah ada ratusan kasus masyarakat yang positif mengidap virus corona bahkan diantaranya sudah sampai meninggal walau ada beberapa yang sembuh namun itu pada jumlah yang sedikit.
Tercatat sudah menyentuh angka 893 kasus per tanggal 26 Maret 2020 dan tidak menutup kemungkinan masih akan terus bertambah dengan jumlah yang signifikan. Kiranya perlu ada langkah strategis yang konkrit dan aplikatif dalam langkah preventif dan persuasif untuk mengurangi banyaknya korban yang berjatuhan. Masyarakat memerlukan langkah konkrit dari pemerintah pusat untuk betul-betul menerapkan himbauan Social Distancing ini.
Di dalam Pasal 12 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi "Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan Undang-undang" sehingga presiden dengan mempertimbangkan keadaan berbahaya, disini maka dilihat dari manifestasi yang muncul di permukaan menjadi suatu hipotesa, secara futuristik jika suatu negara akan terancam oleh bahaya. Maka negara itu sendiri tidak akan dapat menjalankan fungsi negara sebagai mana mestinya, dan tidak menutup kemungkinan wabah penyakit ini dapat menjadi sebab robohnya pertahanan dan keamanan negara, dalam jangka panjang yang ini akan memberi kerugian yang sangat amay besar.
Selanjutnya, di dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018, Tentang Kekarantinaan Kesehatan berbunyi "Kekarantinaan Kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat". Dengan dasar ini dan melihat dinamika wabah virus yang semakin hari semakin mengkhawatirkan, kiranya langkah pemerintah harus menerapkan prinsip "Salus Populi Suprema Lex" yang berartikan keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi.
Dari sini sudah jelas, bahwa pemerintah pusat seharusnya tidak perlu memikirkan segala faktor sektoral apapun, cukup untuk saat ini fokus kepada keselamatan rakyat dan mengantisipasi hal-hal yang dapat menimbulkan kerugian yang lebih besar dikarenakan COVID-19.
Tidak ada komentar
Posting Komentar