Oleh: Siti Marsela
Tragedi Stadion kanjuruhan menyita perhatian masyarakat lokal maupun internasional. Indonesia menjadi perbincangan hangat dan juga topik utama dalam dunia sepak bola. Peristiwa ini menyisakan kisah tragis dan menyedihkan bagi masyarakat Indonesia tentang keganasan suporter klub sepak bola Indonesia.
Dengan apa kita harus menjelaskan kematian ratusan penonton sepak bola pasca kekalahan Arema FC melawan Persebaya? Seberapa kekecewaan yang dirasakan suporter hingga melakukan tindakan nekat yang berujung kematian massal? Sekuat apa cinta suporter terhadap sepak bola hingga mempertaruhkan hidup dan matinya?
Sepak bola merupakan olahraga yang bisa menyihir ratusan bahkan ribuan orang. Permainannya diibaratkan sebagai ritual massal yang mana para penonton merasakan kesenangan dan kesedihan bersama. Para pemain dipuja seperti nabi yang kisah hidupnya diikuti dan juga diteladani. Para suporter bola diibaratkan jamaah agama. Jika ada yang mengganggunya, maka para suporter akan maju di barisan terdepan untuk membelanya dan siap mati untuknya.
Ketidak puasaan terhadap hasil akhir yang didapat tidak seharusnya direspon dengan hal anarkis dan berakhir tragis. Kekalahan bukanlah sebuah aib yang tidak bisa diterima dan harus ditutup-tutupi oleh aksi fanatisme yang dilakukan. Akibat kerusuhan yang terjadi seorang anak kehilangan ibunya, seorang istri kehilangan suaminya.
Sudah sepatutnya sepak bola dijadikan hiburan semata, tidak diibaratkan sebagai sebuah agama yang dipuja-puja. Kematian yang terjadi di Stadion Kanjuruhan terjadi akibat fanatisme suporter yang memperlakukannya bagai Tuhan yang harus dibela dengan sepenuh jiwa dan raga. Tidak etis ketika hanya karena kekalahan ratusan orang harus meregang nyawa sia-sia.
Dengan apa kita harus menjelaskan kematian ratusan penonton sepak bola pasca kekalahan Arema FC melawan Persebaya? Seberapa kekecewaan yang dirasakan suporter hingga melakukan tindakan nekat yang berujung kematian massal? Sekuat apa cinta suporter terhadap sepak bola hingga mempertaruhkan hidup dan matinya?
Sepak bola merupakan olahraga yang bisa menyihir ratusan bahkan ribuan orang. Permainannya diibaratkan sebagai ritual massal yang mana para penonton merasakan kesenangan dan kesedihan bersama. Para pemain dipuja seperti nabi yang kisah hidupnya diikuti dan juga diteladani. Para suporter bola diibaratkan jamaah agama. Jika ada yang mengganggunya, maka para suporter akan maju di barisan terdepan untuk membelanya dan siap mati untuknya.
Ketidak puasaan terhadap hasil akhir yang didapat tidak seharusnya direspon dengan hal anarkis dan berakhir tragis. Kekalahan bukanlah sebuah aib yang tidak bisa diterima dan harus ditutup-tutupi oleh aksi fanatisme yang dilakukan. Akibat kerusuhan yang terjadi seorang anak kehilangan ibunya, seorang istri kehilangan suaminya.
Sudah sepatutnya sepak bola dijadikan hiburan semata, tidak diibaratkan sebagai sebuah agama yang dipuja-puja. Kematian yang terjadi di Stadion Kanjuruhan terjadi akibat fanatisme suporter yang memperlakukannya bagai Tuhan yang harus dibela dengan sepenuh jiwa dan raga. Tidak etis ketika hanya karena kekalahan ratusan orang harus meregang nyawa sia-sia.
Tidak ada komentar
Posting Komentar