Oleh : Megha Nur Rahmayani
Dari asumsi polisi sendiri penembakan gas air mata tersebut dilakukan untuk menghentikan tindak anarkis para suporter Arema FC yang turun ke lapangan karena tidak terima dengan kemenangan yang didapat oleh Persebaya. Dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations pasal 19b yang isinya "No fire arms or crowd control gas shall be carried or used" (Tidak boleh membawa atau menggunakan senjata api atau gas air mata). Aturan tersebut sudah jelas bahwa untuk membawanya saja sudah dilarang apalagi sampai digunakan.
Pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya menghasilkan skor 2-3 atas Persebaya. Saat itu di Stadion Kanjuruhan hanya ada suporter dari Arema FC (Aremania) karena suporter Persebaya (Bonek) dilarang untuk menyaksikan pertandingan untuk menghindarkan dari bentrok antara kedua kubu.
Permasalahan selanjutnya adalah ketika penembakan dilakukan, para suporter berusaha keluar dari tribun untuk menghindari gas air mata, namun pintu keluar masih ditutup.Padahal seharusnya pintu tersebut harus sudah dibuka oleh pengaman pada saat lima menit setelah pertandingan selesai. Para suporter bergulung cukup lama di depan pintu keluar dan menyebabkan korban sesak napas.
Hal-hal tersebut belum pasti siapa yang bertanggung jawab, akan tetapi apabila dilihat dari dua perspektif, keduanya mungkin salah. Jika suporter menerima kekalahan Arema FC polisi dan pengaman tidak akan melakukan hal demikian (menembakkan gas air mata), namun di sisi lain polisi juga salah karena menembakkan gas air mata ke tribun yang sudah jelas bahwa yang berada di tribun itu orang yang diam dan tidak berlaku anarkis. Sudah jelas pula di aturan FIFA bahwa tidak dibenarkan penggunaan gas air mata untuk menghentikan suporter yang bertindak anarkis sehingga berujung tragis dengan meninggalnya ratusan suporter.
Megha Nur Rahmayani
Mahasiswa KPI UIN Bandung
Kuningan, Jawa Barat
089667719282
meghanurrahmayani19@gmail.com
Hal-hal tersebut belum pasti siapa yang bertanggung jawab, akan tetapi apabila dilihat dari dua perspektif, keduanya mungkin salah. Jika suporter menerima kekalahan Arema FC polisi dan pengaman tidak akan melakukan hal demikian (menembakkan gas air mata), namun di sisi lain polisi juga salah karena menembakkan gas air mata ke tribun yang sudah jelas bahwa yang berada di tribun itu orang yang diam dan tidak berlaku anarkis. Sudah jelas pula di aturan FIFA bahwa tidak dibenarkan penggunaan gas air mata untuk menghentikan suporter yang bertindak anarkis sehingga berujung tragis dengan meninggalnya ratusan suporter.
Megha Nur Rahmayani
Mahasiswa KPI UIN Bandung
Kuningan, Jawa Barat
089667719282
meghanurrahmayani19@gmail.com
Tidak ada komentar
Posting Komentar