Hikmah Tragedi Kanjuruhan

Sungguh Tragis, Minggu pagi, 2 Oktober 2022 berbagai TV menyuguhkan berita pagi yang sangat mengagetkan "AREMA vs PERSEBAYA RUSUH, 127 Orang Tewas.

" Belakangan diralat oleh kapolda metro jaya 125 orang meninggal, Versi berita di medsos malahan sudah menunjukan angka yang lebih besar lagi yakni sekitar 129 orang tewas.
​Orang-orang yang tewas ini merupakan supporter Arema atau Aremania. Menurut berita dari salah satu TV Swasta nasional menyebutkan bahwa jumlah supporter Arema yang tewas bisa jadi bertambah mengingat banyak korban yang belum terindentifikasi.

​Tragedi ini merupakan dampak dari kerusuhan yang dipicu oleh kekalahan tim Arema FC dari Persebaya, dengan skor 2-3. Pertandingan sepakbola antara Arema vs Persebaya ini merupakan rangkaian pertandingan Liga 1 BRI pekan ke sepuluh.
​Kekalahan tim Arema dari Persebaya ini menimbulkan kekecewaan pada Aremania yang kemudian menyebabkan terjadinya kerusuhan antara Aremania yang dan petugas keamanan. Kondisi semakin memanas dan tidak kondusif sehingga polisi menembakan gas air mata ke tribun supporter.

​Dalam konteks ini, maka kerusuhan massa yang terjadi di stadion Kanjuruhan Malang dapat dikategorikan sebagai perilaku agresif massa, yang dipicu oleh adanya kekecewaan dari Aremania atas hasil buruk yang mereka terima yakni 3x berturut-turut kekalahan di kandangnya sendiri. Rasa kecewa bercampur dengan perasaan kesal dan marah kemudian memunculkan perilaku agresif berupa kerusuhan massa.

​Menghadapi situasi massa, memang harus dilakukan secara himbauan atau ajakan. Cara-cara emotif dan relaktif dalam menghadapi situsi massa justru hanya akan memancing dan menjadi smilator bagi perilaku agersivitas. Intinya pendekatan massa harus humanis yang dapat membangkitkan dan memperkuat munculnya kesadaran individu menjadi penting untuk mengimbangi kuatnya kesadaran massa.

​Ketika terjadi tanda-tanda meningkatnya suasana "panas" dalam situasi massa, maka peran tokoh/pemimpin massa sangat di butuhkan untuk menurunkan tensi massa. Oleh karena itu, bisa dipahami jika respon dari pihak keamanan melalui Tindakan kekerasan dan penggunaan gas air mata, justru menjadi stimulator bagi munculnya Tindakan agresif massa supporter Aremania.

​Hikmah yang dapat diambil atas kejadian yang menimpa di stadion Kanjuruhan Malang yakni: Di mulai dari detik ini seluruh supporter sepak bola Indonesia harus berkaca dari kejadian-kejadian sebelumnya, hilangkan ego dendam, gengsi dan kebencian, karena sejatinya sepak bola adalah alat pemersatu bangsa, bukan ajang saling menghilangkan nyawa, mata rantai kekerasan harus segera diputuskan, untuk menikmatinya justru dibutuhkan kehidupan, siapapun yang mencintai sepak bola harus aktif ikut memutus siklus yang menumbalkan nyawa, bukan kejayaan jika dirayakan di atas tangisan,tak ada kebanggan yang boleh tegak di atas nisan. Mudah-mudahan tragedi Kanjuruhan Malang menjadi pelajaran bagi kita semua.

Raka Muhammad Syabana, Mahasiswa KPI UIN SGD Bandung, Jl. Sari Indah 1 No 13.

Tidak ada komentar

© Dakwahpos 2024