Hilangkan Kerusuhan Demi Kenyamanan

Oleh : Nisya Ayu Artanti

 

Tragedi Kanjuruhan memang telah mengharubiru bagi bangsa Indonesia dan mengejutkan dunia. Ini adalah tragedi sepak bola kedua terburuk didunia dalam sejarah, setelah peristiwa Stadion Nasional Lima saat polisi menembakan gas air mata pada 24 Mei 1964 yang menyebabkan 328 penonton tewas.

Padahal, pengguna gas air mata sudah dilarang oleh FIFA, dan FIFA stadium safety and security regulations pasal 19 b, dinyatakan "tidak boleh membawa atau menggunakan senjata api atau gas air mata" dengan membahas tentang aturan petugas lapangan dan polisi dalam menjaga ketertiban di stadion saat pertandingan.

 

Tapi kita sama- sama melihat apa yang terjadi. Kenapa ketika dilemparkan gas air mata pintu pagar stadion tidak dibuka? Apakah sengaja atau bagaimana? Banyak pertanyaan-pertanyaan yang hanya menjadi pertanyaan dan tak ada jawaban. Dalam tragedi Kanjuruhan, saat itu polisi terus-terusan memberikan gas air mata, kalau memang seperti itu berarti tim aparat pengamannya yang tidak paham dengan aturan FIFA yang tidak memberlakukan penggunaan gas air mata saat terjadi kericuhan pada suporter.

 

Apakah para aparat pengaman memikirkan akan berapa banyak korban yang berjatuhan ketika gas air mata di lemparkan ke arah suporter yang begitu banyaknya berada ditribun  dan apakah aparat tahu bukan hanya anak-anak muda saja dan tidak hanya laki-laki saja begitu banyak perempuan dan balita yang bahkan mereka sendiripun sudah sulit untuk lari dari kerumunan.

 

Berharap siapapun yang bertanggung jawab dalam laga tersebut harus berani lantang bicara untuk mengatakan bertanggung jawab, seluruh korban jiwa bener-bener disantuni dengan layak dan beradab. Negara segera hadir memberi motivasi dan solusi lebih bermartabat dan terhormat, ini merupakan simbol dan pertanda buruk terhadap sepak bola nasional.

 

Nisya Ayu Artanti

Mahasiswa KPI UIN Bandung

Bandung, jawa barat

nisyaayu2706@gmail.com

 

Dikirim dari Email untuk Windows

 

Tidak ada komentar

© Dakwahpos 2024