Oleh : Refa Audina
Tanggal 1 Oktober 2022, duka yang mendalam terjadi di stadion Kanjuruhan, Malang. Setelah pertandingan Antara Arema FC dan Persebaya Surabaya. Malam itu menewaskan lebih dari 100 orang dan tak sedikit juga yang mengalami luka – luka. Awalnya, pertandingan tersebut berjalan dengan lancar hingga penghujung pertandingan dimana beberapa supporter arema yang merasa kecewa atas kekalahan dalam beberapa pertandingan kebelakang. Karena itu beberapa supporter arema banyak mengekspresikan kekecewaannya dengan melakukan aksi turun ke lapangan.
Polisi dan petugas keamanan setelah melihat hal tersebut, aparat mencoba untuk melakukan upaya pencegahan. Namun sangat disayangkan langkah yang diambil oleh para petugas keamanan kurang tepat. Penembakan gas air mata kea rah tribun menjadi salah satu langkah yang krusial dalam kejadian hari itu. Hal itu bukannya meredakan supporter Arema FC tetapi malah menambah kerusuhan. Salah satu faktor kerusuhan yang makin membesar yaitu kepanikan para supporter yang berada di tribun yang mencoba menyelamatkan diri dan menghindari tembakan gas air mata.
Situasi yang telah terjadi menyebabkan banyak nya korban luka hingga korban jiwa. Kejadian tersebut menimbulkan banyak pertanyaan, karena itu dibentuknya tim investigasi. Banyak pihak yang dilibatkan dalam investigasi inidiantaranya ketua umum PSSI Mochamad Irawan, Mentri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali yang ditunjuk langsung oleh Presiden Joko Widodo untuk melakukan Evaluasi. Timbul beberapa pertanyaan yang bersangkutan dengan peraturan FIFA dengan Hukum Nasional, dimana dalam peraturan FIFA sudah ada larangan tentang penggunaan gas air mata yang tertera pada FIFA Stadium Saftey and Security Regulations pasal 19b "No fire arms or crowd control gas shell be carried or used", sedangkan pada peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 pasal 5 ayat 1 point ke 5 "kendali senjata tumpul, senjata kimia antara lain gas air mata, semprotan cabe, atau alat lain sesuai standar Polri." Pada pasal tersebut tertera penggunaan gas air mata dalam tahapan tahapan pencegahan kerusuhan massa.
Tetapi hal buruk yang telah menjadi kebiasaan masyarakat dan pemerintah adalah terkadang kita melihat tragedi dalam jumlah saja. Konon, dalam tragedi ini, jumlah korban tewas menjadi perhatian pemerintah dan akan memotivasi mereka untuk menanggapi insiden itu lebih serius, tetapi sebagai aturan umum, peristiwa yang melibatkan korban jiwa kecil tetap menjadi fokus utama pemerintah. Kematian dalam tragedi adalah bukan hanya soal angka, jangan dirayakan hanya dengan menunjukkan jumlah korban tewas. Angka-angka tersebut tidak hanya memberikan alasan bagi pemerintah untuk menganggap serius tragedi itu. Seperti diketahui, polisi berulang kali mencoba membenarkan tindakannya dengan menembakkan gas air mata ke tribun penonton dan melontarkan beberapa pernyataan. Seharusnya polisi tidak berusaha membela diri dengan dalih sebelumnya telah terjadi anarki dan menembakkan gas air mata untuk meredam kerusuhan. Ini sebenarnya menunjukkan bahwa kematian bukanlah perhatian utama. Sekarang pemerintah melihat kasus ini bukan karena masalah moral, tetapi karena masalah statistik yang diketahui.
Penembakan gas air mata pun, tidak akan terjadi jika adanya sifat kedewasaan dimiliki oleh para supporter Arema FC. Jika saja kekecewaan supporter Arema FC diekspresikan dengan cara lain. Tetapi hal yang sudah terjadi tidak akan bisa terulang kembali, kita hanya bisa menjadikan tragedi ini hanya sebagai pelajaran untuk kemajuan sepak bola di Indonesia.
Tidak ada komentar
Posting Komentar