Dakwahpos.com, Bandung - di tengah udara segar fajar usai menunaikan shalat Subuh berjamaah, jamaah Masjid Al-Ukhuwwah Panyileukan antusias mengikuti kajian fikih pada Rabu (16/10/2024). Kajian rutin fikih menjadi program DKM Al-Ukhuwwah Panyileukan yang membahas aturan-aturan hukum syariat Islam.
Dalam upaya memperkuat pemahaman umat Islam tentang tata cara ibadah, kajian fikih kali ini membahas tema "Azan dan Iqamah". Dipimpin oleh ustaz Ojim, M. Ag, kajian fikih ini menjadi kesempatan emas bagi para jamaah untuk merenungi dan memahami pentingnya azan dan iqamah sebagai bagian dari ritual shalat berjamaah, sekaligus simbol kesatuan umat Islam. Dalam Islam, azan merupakan panggilan suci yang dikumandangkan untuk menandai masuknya waktu shalat, sedangkan iqamah adalah tanda bahwa shalat berjamaah akan segera dimulai. Menyikapi azan dan iqamah dengan sikap yang benar, termasuk membalas seruan tersebut, memiliki keutamaan besar menurut ajaran agama Islam.
Ustaz Ojim, M. Ag memulai kajian dengan mengutip beberapa hadis Rasulullah saw yang menjelaskan pentingnya membalas setiap kalimat dalam azan. Salah satu hadis yang diangkat adalah hadis riwayat Muslim yang berbunyi, "Apabila kalian mendengar muadzin, maka ucapkanlah seperti apa yang dia ucapkan." Dalam hadis ini, Rasulullah saw memerintahkan umatnya untuk mengulangi lafadz azan, kecuali pada kalimat Hayya 'alas shalaah dan Hayya 'alal falaah, yang harus dijawab dengan kalimat La hawla wa la quwwata illa billah.
"Setiap kali kita mengulangi adzan, sesungguhnya kita sedang meneguhkan keyakinan akan keesaan Allah Swt dan kerasulan Nabi Muhammad saw. Oleh karenanya, kita dianjurkan berhenti sejenak dari aktivitas ketika sedang azan walaupun posisi kita sedang membaca Al-Quran di masjid" ujar Ustaz Ojim. Lebih lanjut, beliau menekankan untuk membaca doa setelah azan karena doa di waktu antara azan dan iqamah tidak akan ditolak terlebih doa memohon ampunan dan keselamatan di dunia dan akhirat.
Selain azan, iqamah juga dianjurkan untuk dibalas, meskipun tingkat keutamaannya sedikit berbeda. Dalam pembahasan ini, ustaz Ojim menjelaskan bahwa membalas iqamah merupakan sunnah, dan kalimat yang dibalas dalam iqamah hampir sama dengan azan. Jamaah dianjurkan untuk mengucapkan kalimat yang sama dengan yang diucapkan oleh muadzin saat iqamah dikumandangkan.
Dalam tradisi Islam, muazin memegang peranan penting sebagai orang yang menyerukan azan, panggilan untuk shalat. Peran muazin bukan hanya sekadar menyerukan azan, tetapi juga menjadi bagian dari upaya menyebarkan syiar Islam dan mengajak umat untuk melaksanakan kewajiban shalat berjamaah. Dalam kajian fikih, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan oleh seorang muazin agar pelaksanaan tugasnya sesuai dengan syariat Islam. Seorang muazin hendaknya memiliki niat semata-mata ikhlas beribadah kepada Allah Swt dan hanya mengharap rida dari Allah Swt. Selain itu, seorang muazin hendaknya suci dari hadas kecil dan hadas besar. Mengingat azan dan iqamah adalah bagian dari ibadah, menjaga kesucian jasmani dan rohani sebelum menyerukan azan dan iqamah menjadi anjuran yang sangat ditekankan. Sebelum menyerukan azan, muazin juga disunnahkan untuk berwudhu. Ustaz Ojim turut menegaskan bahwa orang yang bertugas menyerukan azan dan iqamah hendaknya orang yang sama kecuali dalam situasi mendesak diperbolehkan berbeda orang.
Sebagai penutup, ustaz Ojim menekankan pentingnya menjaga tradisi azan dan iqamah dalam masyarakat, terutama di tengah tantangan modern yang sering kali membuat umat melupakan waktu shalat. Dengan memperkuat kembali syiar azan dan iqamah, diharapkan kesadaran umat untuk menunaikan shalat berjamaah akan semakin meningkat.
Dalam upaya memperkuat pemahaman umat Islam tentang tata cara ibadah, kajian fikih kali ini membahas tema "Azan dan Iqamah". Dipimpin oleh ustaz Ojim, M. Ag, kajian fikih ini menjadi kesempatan emas bagi para jamaah untuk merenungi dan memahami pentingnya azan dan iqamah sebagai bagian dari ritual shalat berjamaah, sekaligus simbol kesatuan umat Islam. Dalam Islam, azan merupakan panggilan suci yang dikumandangkan untuk menandai masuknya waktu shalat, sedangkan iqamah adalah tanda bahwa shalat berjamaah akan segera dimulai. Menyikapi azan dan iqamah dengan sikap yang benar, termasuk membalas seruan tersebut, memiliki keutamaan besar menurut ajaran agama Islam.
Ustaz Ojim, M. Ag memulai kajian dengan mengutip beberapa hadis Rasulullah saw yang menjelaskan pentingnya membalas setiap kalimat dalam azan. Salah satu hadis yang diangkat adalah hadis riwayat Muslim yang berbunyi, "Apabila kalian mendengar muadzin, maka ucapkanlah seperti apa yang dia ucapkan." Dalam hadis ini, Rasulullah saw memerintahkan umatnya untuk mengulangi lafadz azan, kecuali pada kalimat Hayya 'alas shalaah dan Hayya 'alal falaah, yang harus dijawab dengan kalimat La hawla wa la quwwata illa billah.
"Setiap kali kita mengulangi adzan, sesungguhnya kita sedang meneguhkan keyakinan akan keesaan Allah Swt dan kerasulan Nabi Muhammad saw. Oleh karenanya, kita dianjurkan berhenti sejenak dari aktivitas ketika sedang azan walaupun posisi kita sedang membaca Al-Quran di masjid" ujar Ustaz Ojim. Lebih lanjut, beliau menekankan untuk membaca doa setelah azan karena doa di waktu antara azan dan iqamah tidak akan ditolak terlebih doa memohon ampunan dan keselamatan di dunia dan akhirat.
Selain azan, iqamah juga dianjurkan untuk dibalas, meskipun tingkat keutamaannya sedikit berbeda. Dalam pembahasan ini, ustaz Ojim menjelaskan bahwa membalas iqamah merupakan sunnah, dan kalimat yang dibalas dalam iqamah hampir sama dengan azan. Jamaah dianjurkan untuk mengucapkan kalimat yang sama dengan yang diucapkan oleh muadzin saat iqamah dikumandangkan.
Dalam tradisi Islam, muazin memegang peranan penting sebagai orang yang menyerukan azan, panggilan untuk shalat. Peran muazin bukan hanya sekadar menyerukan azan, tetapi juga menjadi bagian dari upaya menyebarkan syiar Islam dan mengajak umat untuk melaksanakan kewajiban shalat berjamaah. Dalam kajian fikih, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan oleh seorang muazin agar pelaksanaan tugasnya sesuai dengan syariat Islam. Seorang muazin hendaknya memiliki niat semata-mata ikhlas beribadah kepada Allah Swt dan hanya mengharap rida dari Allah Swt. Selain itu, seorang muazin hendaknya suci dari hadas kecil dan hadas besar. Mengingat azan dan iqamah adalah bagian dari ibadah, menjaga kesucian jasmani dan rohani sebelum menyerukan azan dan iqamah menjadi anjuran yang sangat ditekankan. Sebelum menyerukan azan, muazin juga disunnahkan untuk berwudhu. Ustaz Ojim turut menegaskan bahwa orang yang bertugas menyerukan azan dan iqamah hendaknya orang yang sama kecuali dalam situasi mendesak diperbolehkan berbeda orang.
Sebagai penutup, ustaz Ojim menekankan pentingnya menjaga tradisi azan dan iqamah dalam masyarakat, terutama di tengah tantangan modern yang sering kali membuat umat melupakan waktu shalat. Dengan memperkuat kembali syiar azan dan iqamah, diharapkan kesadaran umat untuk menunaikan shalat berjamaah akan semakin meningkat.
Reporter: Aulia Evawani Larissa, Komunikasi Penyiaran Islam 3/B
Tidak ada komentar
Posting Komentar